Kamis, 20 November 2008

SOLO Jadul

Selayang Pandang Solo Tempo Doeloe

Buat orang2 Solo.., jg buat yg mau tahu kota Solo.

^-^

"Yen wis kliwat separo abad, jwa kongsi binabad "
Jika sudah lebih separuh abad, janganlah dihancurkan. ..
[ Ronggowarsito
]

Sejarah Kota Surakarta bermula ketika Sunan Pakubuwana II memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda J.A.B. Van Hohendorff untuk mencari lokasi Ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru. Mempertimbangan faktor fisik dan non fisik, akhirnya terpilih suatu desa di tepi Sungai Bengawan yang bernama desa Sala (1746 M
atau 1671 Jawa). Sejak saat itu desa Sala berubah menjadi Surakarta
Hadiningrat dan terus berkembang pesat.

Adanya Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755 menyebabkan Mataram Islam
terpecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta dan terpecah lagi dalam perjanjian
Salatiga 1767 menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran.

DARI fakta sejarah kota Surakarta perkembangan Surakarta pada jaman dahulu
sangat dipengaruhi oleh keberadaan pusat pemerintahan Kasunanan dan
Mangkunegaran, Benteng Vastenburg sebagai pusat pengawasan kolonial belanda
terhadap Surakarta serta Pasar Gedhe Hardjonagoro (Thomas Kaarsten) sebagai
pusat perekonomian kota.

Apabila dihubungkan akan membentuk kawasan budaya dengan Kraton Kasunanan
sebagai intinya. Perkembangan kota selanjutnya berlangsung di
sekitar kawasan budaya ini.

Pasar Gede Hardjonagoro

Dahulu kala, Pasar gedhe merupakan sebuah pasar kecil yang didirikan di area
seluas 10.421 hektar, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur
yang sekarang bernama Balai Kota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh
arsitek belanda bernama Ir. Thomas Karsten yang selesai pembangunannya pada
tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama pasar gedhe
karena terdiri dari atap yang besar. Seiring perkembangan waktu, pasar ini
menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta .

Awalnya penyaluran barang dilakukan oleh abdi dalem Kraton Surakarta Mereka
mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain ( lebar dan
panjang dari bahan batik dipakai dari pinggang ke bawah ),beskap ( semacam
kemeja), dan blangkon ( topi tradisional) Pungutan jasa kemudian akan
diberikan ke Istana Kasunanan.

Pasar gedhe terdiri dari dua bangunan yang terpisah. Masing masing terdiri
dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap
singgasana yang kemudian diberi nama pasar gedhe.

Arsitektur pasar gedhe merupakan perpaduan antara gaya belanda dan gaya
tradisional. Pada tahun 1947, Pasar gedhe mengalami kerusakan karena
serangan belanda. Pemerintah indonesia kemudian merenovasi kembali pada
tahun 1949. Perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia
mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar
gedhe, digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar
buah.

Benteng Vastenburg

DULU bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" . Didirikan oleh Jenderal Baron
Van Imhoff pada tahun 1745 sebagai benteng pertahanan tentara Hindia Belanda
wilayah Jawa Tengah. Benteng didirikan di pusat Surakarta , dekat dengan
Keraton Kasunanan agar dapat lebih mudah mengawasi gerak gerik Keraton
Kasunanan Surakarta.

Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah
Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang
berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama/mess perwira.

Bangunan dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi 6m dengan konstruksi
bearing wall serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung.

Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi
Brigif-6/ Trisakti Baladaya / Kostrad. Bangunan di dalam benteng
dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.

Masjid Agoeng Soerakarta

PADA masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid
Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya
Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.

Merupakan masjid dengan katagori MASJID JAMI', yaitu masjid yang digunakan
untuk sholat lima waktu dan sholat Jum'at. Dengan status MASJID
NEGARA/KERAJAAN karena segala keperluan masjid disediakan oleh kerajaan dan
masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan
kerajaan.

Masjid Agung merupakan kompleks bangunan seluas 19.180 m2 yang dipisahkan
dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25m.
Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan berupa bangunan tajug
yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka.
Masjid Agung terdiri dari

a.. Serambi, mempunyai semacam lorong yang menjorok ke depan (tratag
rambat) yang bagian depannya membentuk kuncung.
b.. Ruang Shollat Utama, mempunyai 4 saka guru dan 12 saka rawa dengan
mihrab dengan kelengkapan mimbar sebagai tempat Khotib pada waktu Sholat Jum
’at.
c.. Pawestren, (tempat shollat untuk wanita) dan Balai Musyawarah,
d.. Tempat berwudhu

• Pagar Keliling, dibangun pada masa PB VIII tahun 1858.

• Pagongan, terdapat di kiri kanan pintu masuk masjid, bentuk dan ukuran
bangunan sama yaitu berbentuk pendapa yang digunakan untuk tempat Gamelan
ketika upacara Sekaten (Upacara Peringatan hari lahir Nabi Muhammad S.A.W.

• Istal dan garasi kereta untuk Raja ketika Shollat Jum’at dan Gerebeg,
diperkirakan dibangun bersamaan dengan dibangunnya Masjid Agung Surakarta.

• Gedung PGA Negeri, didirikan atas susunan PB X (1914) dan menjadi milik
kraton.

• Menara Adzan, mempunyai corak arsitektur menara Kutab Minar di India.
Didirikan pada tahun 1928.

• Tugu Jam Istiwak, yaitu jam yang menggunakan patokan posisi matahari
untuk menentukan waktu shollat.

• Gedang Selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi
dalem yang mengurusi masjid Agung.

Masjid Lawejan

DIBANGUNpada masa Djoko Tingkir sekitar tahun 1546. Merupakan masjid pertama
di Kerajaan Pajang.
Awalnya merupakan pura agama Hindu dengan seorang bhiksu sebagai pemimpin.
Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya rakyat yang
mulai memeluk agama Islam, bangunan dirubah fungsinya menjadi Masjid.

Bersamaan dengan itu, tumbuh sebuah pesantren dengan jumlah pengikut yang
lumayan banyak. Konon karena banyaknya santri, pesantren ini tidak pernah
berhenti menanak nasi untuk makan para santri sehingga selalu keluar asap
dari dapur pesantren dan disebutlah wilayah ini sebagai Kampung Belukan
{"beluk" = asap}.

Pemilik Masjid ini adalah Kyai Ageng Henis (kakek dari Susuhunan PB II).
Seperti layaknya sebuah masjid, Masjid Laweyan berfungsi sebagai tempat
untuk Nikah, talak, Rujuk, Musyawarah dan Makam.

Kompleks masjid menjadi satu dengan makam kerabat Keraton Pajang, Kartasuro
dan Kasunanan Surakarta.

Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan
oleh PB X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1
tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.

Beberapa yang dimakamkan di tempat itu diantara-nya adalah :

a.. Kyai Ageng Henis
b.. Susuhunan PB II yang memindahkan Keraton Kartasura ke Desa Sala hingga
menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Konon PB II ingin dimakamkan dekat
dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk menjaga Keraton Kasunanan
Surakarta dari serangan musuh.
c.. Permaisuri PB V
d.. Pangeran Widjil I Kadilangu sebagai Pujangga Dalem PB II - PB III yang
memprakarsai pindahnya Keraton dari Kartasura ke Surakarta .
e.. Nyai Ageng Pati
f.. Nyai Pandanaran
g.. Prabuwinoto anak bungsu dari PB IX.
h.. Dalang Keraton Kasunanan Surakarta yang konon kabarnya pernah diundang
oleh Nyi Roro Kidul untuk mendalang di Laut Selatan.
i.. Kyai Ageng Proboyekso, merupakan jin Laut Utara yang bersama pasukan
jin ikut membantu menjaga keamanan Kerajaan Kasunanan Surakarta.

Di makam ini terdapat tumbuhan Langka (Pohon Nagasari berusia + 500 thn)
yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul.
Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Btari
Durga. Makam direnovasi oleh PB X bersamaan dengan renovasi Kraton
Kasunanan. Sebuah bangunan semacam pendapa yang diangkat dari pindahan
Keraton Kartasura.

Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan
oleh PB X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1
tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.




Masjid Mangkoenegaran

PENDIRIAN Masjid Mangkunegaran diprakarsai oleh Kanjeng Gusti Pangeran Aryo
Adipati Mangkunegara I di Kadipaten Mangkunegaran sebagai masjid Lambang
Panotogomo.

Sebelumnya terletak di wilayah Kauman, Pasar Legi, namun pada masa MN II
dipindah ke wilayah banjarsari dengan pertimbangan letak masjid yang
strategis dan dekat kepada Puro Mangkunegaran.

Pengelolaan masjid dilakukan oleh para abdi dalem Puro Mangkunegaran,
sehingga status masjid merupakan Masjid Puro Mangkunegaran.

Pemugaran besar-besaran atas Masjid Mangkunegaran terjadi pada saat
pemerintahan MN VII, pada saat itu MN VII meminta seorang Arsitek dari
Prancis untuk ikut serta mendesain bentuk masjid ini.

Luas Kompleks masjid sekitar 4200 m2 dengan batas pagar tembok keliling
sebagian besar di muka berbentuk lengkung.
Masjid Mangkunegaran terdiri dari :

a.. Serambi, Merupakan ruangan depan masjid dengan saka sebanyak 18 yang
melambangkan umur RM. Said ketika keluar dari Keraton Kasunan Surakarta
untuk dinobatkan sebagai Adipati Mangkunegaran. Di serambi terdapat bedug
yang bernama Kanjeng Kyai Danaswara.

Maligin, dibangun atas prakarsa MN V, digunakan untuk melaksanakan khitanan
bagi putra kerabat Mangkunegaran. Sejak pemerintahan MN VII Maligin
diperkenankan untuk digunakan oleh Muhammadiyah sebagai tempat khitanan
masyarakat umum.

a.. Ruang Shollat Utama merupakan ruang dalam dengan 4 soko guru dan 12
penyangga pembantu yang berhias huruf kaligrafi Al-qur’an.
b.. Pawasteren, merupakan bangunan tambahan yang dipergunakan untuk tempat
sholat khusus wanita.

Menara, dibangun tahun 1926 pada masa MN VII. Digunakan untuk menyuarakan
adzan, pada saat itu dibutuhkan 3-4 orang muadzin untuk adzan bersama-sama
dalam menara ke 4 arah yang berbeda.

Saat ini Masjid Mangkunegaran bernama Al-Wustho, diberi nama demikian pada
tahun 1949 oleh Bopo Penghulu Puro Mangkunegaran Raden Tumenggung K.H. Imam
Rosidi. Masjid Mangkunegaran merupakan masjid yang cukup unik karena di sini
dapat dilihat hiasan kaligrafi Al-qur’an di berbagai tempat, seperti pada
pintu gerbang, pada markis/Kuncungan, soko dan Maligin.

Dalem Poerwodiningratan

TERLETAK di lingkungan dalem Kratonan, Baluwarti dan merupakan bangunan
dalem yang terluas, terbesar dengan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x
100m atau sekitar 1 Ha ).

Bangunan ini dibuat oleh PB IV bersamaan dengan dibangunnya Dalem
Suryohamijayan dan Dalem Sasonomulyo.

Ketika Dalem Poerwadiningratan selesai dibangun, Sinuhun PB IV berkenan
untuk mengadakan Lenggah Sinoko (sidang pemerintahan dihadapan para menteri)
di bangunan tersebut.

Dalem ini kemudian diserahkan kepada Kanjeng Ratu Pembayun yang dinikahi
oleh KGPH Mangkubumi II, kemudian diwariskan kepada KPH Riyo Atmodjo. Putra
beliau yang mendapatkan hak waris atas dalem adalah Kanjeng Raden Mas Haryo
Purwodiningrat Sepuh dan kemudian pada putranya lagi Kanjeng Raden Mas
Tumenggung Haryo Purwodiningrat.

Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa,
Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan).
Sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan
Poerwadiningrat.

Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu seringkali
pamor rumah jawa akan berangsur - angsur turun atau hilang setelah
pemiliknya meninggal dunia.

Kanjeng Radenmas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang Bupati
Keraton Kasunanan Surakarta yang pernah menjabat sebagai penguasa Sriwedari.
Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.

Pengaruh ini dirasakan menurun ketika beliau wafat (Yen ditinggal Ibu ora
kopen ning yen ditinggal Bapak ora kajen). Ini tercermin dari
kebiasaan-kebiasaan penghormatan terhadap bangunan yang telah berubah.
Misalnya kendaraan yang berlalu-lalang disekitar pendopo atau masuk pendopo
tanpa melepas alas kaki.

Pada jaman KRTH Poerwodiningrat, pendatang yang masuk ke lingkungan dalem
berjalan kaki bahkan berjalan jongkok di pendopo untuk menghormat. Halaman
pendopo ditutup pasir untuk area duduk para abdi dalem yang sowan, dan ada
tempat penyimpanan payung-payung untuk para tamu.

Seiring dengan berfungsinya bangunan sebagai kantor Departemen Pertanian dan
Kehakiman (1947) kebiasaan ini mulai ditiadakan. Dalem Poerwodiningratan
juga pernah digunakan sebagai SMP, SMA, SGA dari Yayasan Pendidikan
Tjokroaminoto (sekitar tahun 1950 – 1960).

Poerwodiningratan juga mempunyai urutan ruang seperti halnya bangunan
tradisional Jawa dengan paviliun di sekelilingnya. Paviliun kini ditinggali
oleh keluarga Poerwadiningrat.

Dengan dasar (warah/petuah) filosofi dari PB X bahwa " Budoyo Jowo iku ora
bedo karo pusoko kadatone, Lamun dipepetri bakal hamberkahi nanging lamun
siniosio bakal tuwuh haladipun" yang kurang lebih berarti budaya jawa itu
sama dengan pusaka keraton jika dihormati akan memberi berkah, namun jika
disia-sia akan memberi hukuman. Untuk itu setiap malam Jum’at dalem
pringgitan diberi sesajen dengan persyaratan- persyaratan tertentu. Demikian
pula pada tanggal 1 bulan jawa dan setiap tahun pada bulan Sapar untuk
memperingati berdirinya bangunan tersebut.

Layaknya bangunan kuno di Jawa, pada bangunan ini sering terjadi hal-hal
aneh yang bersifat mistik terutama bila sesajen lupa disajikan di dalam
pendopo.

Rumah Sakit Kadipolo

TERLETAK di jalan Dr. Radjiman W. dengan lahan seluas + 2,5 Ha. Didirikan
pada masa pemerintahan Paku Buwono X.

Pada mulanya bangunan ini dibangun khusus untuk poliklinik para abdi dalem
kraton.

Karena masalah biaya, pada tahun 1948 pengolahannya diserahkan kepada PEMDA
Surakarta disatukan dengan pengolahan Rumah Sakit Mangkubumen dan Rumah
Sakit Jebres. Namun dengan syarat bahwa keluarga kraton dan pegawai kraton
yang dirawat di rumah sakit tersebut mendapat keringanan pembiayaan. Tahun
1960 pihak keraton menyerahkan Rumah Sakit Kadipolo sepenuhnya termasuk
investasi bangunan berikut seluruh pegawai dan perawatnya kepada PEMDA
Surakarta.

Tanggal 1 Juli 1960 mulai dirintis penggabungan Rumah Sakit Kadipolo dengan
Rumah Sakit Jebres dan Mangkubumen di bawah satu direktur yaitu dr. Sutedjo.
Kemudian masing-masing rumah sakit mengadakan spesialisasi, RS. Jebres untuk
anak-anak, RS. Kadipolo untuk penyakit dalam dan kandungan serta RS.
Mangkubumen untuk korban kecelakaan.

1 Agustus 1976 diadakan pemindahan pasien dari RS. Kadipolo ke RS.
Mangkubumen sebagai persiapan berdirinya SPK (Sekolah Pendidikan
Keperawatan) . Pemindahan pasien selesai sampai awal April 1977.

24 April 1977 SPK resmi berdiri dengan menempati bangunan RS. Kadipolo.

Kampus SPK hanya bertahan 5 tahun karena Februari 1982 DepKes Pusat
memerintahkan untuk mengosongkan RS. Kadipolo untuk pindah ke kawasan
Mojosongo.

Sejak Tahun 1985 bangunan tersebut menjadi milik Arseto sebagi tempat tingal
dan mess bagi para pemain Arseto Solo. Namun kini sebagian besar bangunan
dibiarkan kosong tak terawat.

Bank Indonesia

Dulu bernama Javasche Bank. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit,
Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik.
Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM. Syahrir
pada masa revolusi.

Kantor Pertani

Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan Tionghoa
yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha
batik oleh pedagang Laweyan. Tahun 1978 dialihfungsikan sebagai kantor PT.
Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak
kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas
Kantor DPU.

Gedung Veteran

Dikenal dengan sebutan Gedung Lowo. Awalnya bangunan digunakan sebagai rumah
tinggal bangsawan/pejabat Belanda. Tahun 1945 dihuni oleh keluarga
kebangsaan China bernama Djian Ho. Gedung ini terletak di Jalan Slamet
Riyadi dengan bentuk khas arsitektur kolonial untuk sebuah bangunan rumah
tinggal.

Setelah merdeka gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan
digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar yang berarti tanpa merubah
bentuk asli bangunan pernah dilakukan pada tahun 1983 - 1985.

Pengadilan Tinggi Agama

Awalnya bangunan ini dipergunakan untuk rumah tinggal. Sejak tahun 1938
digunakan sebagai Kantor Departemen Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.
Ornamen bangunan bergaya Arab-Kolonial.

Bangunan bergaya arab terlihat dari penggunaan kubah lengkung yang dihiasi
kaca dan berbagai ukiran kaligrafi. Bangunan ini terletak di jalan Slamet
Riyadi Surakarta


Vihara Am Po Kian

Didirikan tanggal 24 Agustus 1875 dan mengalami perbaikan pada tanggal 14
Agustus 1944. Dulu merupakan bangunan kuil milik seorang bhiksu dengan adu
ilmu akhirnya bangunan ini dapat dikuasai oleh Kyai Ageng Henis (Kakek dari
Raja-raja Mataram) dan diubah fungsikan menjadi masjid. Di dalam kawasan ini
pula Kyai Ageng Henis beserta keluarganya dimakamkan. Pada halaman tengah
makam terdapat pendapa tempat menikahkan raja pada masa kerajaan Kartasura.
Saat ini tempat tersebut digunakan sebagai tempat persiapan
ziarah/istirahat.

Vihara Avalokitheswara

Tempat Ibadah umat Budha, dibangun sekitar abad ke 16. Sangat dipengaruhi
oleh arsitektur Cina.

Gereja Katholik Antonius

Gereja tertua di Surakarta didirikan tahun 1905. Memiliki skala bangunan
yang besar. Bangunan ini belum pernah berubah bentuk dan fungsinya.

Pamardi Poetri

Berdiri Januari 1927 atas prakarsa pemerintahan Kasunanan. Merupakan
bangunan HIS ( Hollandsch Inlandsch School ) Pamardi Putri. Semula digunakan
untuk putri kerabat dekat kasunanan.Sebuah bangunan yang berfungsi sama
namun digunakan untuk lelaki bernama Gedung Ksatriyan.

Broederan Poerbajan

Bruderan Purbayan merupakan tempat pendidikan sekaligus asrama bagi para
Bruder. Didirikan pada jaman penjajahan Belanda tahun 1921/1922.

Brigade Infanteri

Gedung Brigade Infanteri merupakan bangunan yang dibangun untuk melengkapi
kompleks benteng pertahanan Vastenburg.

Kantor Kodim

Terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta . Bangunan ini berkaitan erat
dengan Loji Gandrung sebagai rumah komandan Pasukan Belanda dan Benteng
Vastenburg sebagai pusat pertahanan tentara Belanda di wilaya

Tidak ada komentar: