Kamis, 30 Oktober 2008

Wali Songo


Dalam sejarah Islamisasi di Indonesia yang ditulis dibuku-buku pelajaran panduan Sejarah, banyak ditulis penyebarannya melalui para Wali. Kata Wali berasal dari bahasa Arab yang berarti "sangat tinggi" yang banyak pula diartikan sebagai rasul. Umumnya banyak dituliskan penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan oleh "Wali Sanga" yang dapat diartikan sebagai sembilan Wali, bahkan ada yang langsung menyebutkan nama-nama sembilan wali tersebut, yaitu:
  1. Syekh Maulana Malik Ibrahim
  2. Sunan Giri
  3. Sunan Muria
  4. Sunan Ampel
  5. Sunan Kudus
  6. Sunan Drajad
  7. Sunan Bonang
  8. Sunan Kalijaga
  9. Sunan Gunung Jati
Nama Syekh Siti Jenar disebutkan sebagai Wali yang terkenal dengan ajarannya "Manunggaling Kawula Gusti" atau "Bersatunya Manusia dengan Tuhan". Dalam ajarannya banyak memasukkan hal-hal yang gaib dan mistik, hal ini dianggap dapat menyesatkan bagi para pengikutnya, maka Wali-wali lainnya meminta Syekh Siti Jenar untuk mencabut ajarannya.
Konon kabarnya beliau tak mungkin dapat mencabut ajarannya, maka dengan rela Syekh Siti Jenar dibunuh oleh wali-wali lainnya, supaya ajaran yang dianggap sesat itu tidak berkembang dan berdampak negatif dalam pengajaran dan penyebaran agama Islam.

Selain itu nama Wali Sanga bukan hanya nama sembilan Wali di atas, tetapi setiap ada Wali yang meninggal, maka akan digantikan oleh Wali 
lainnya agar tetap genap ada Sembilan orang Wali Utama dalam proses Islamisasi di Nusantara 
atau Indonesia ini.
Entah mengapa harus dengan angka sembilan, sampai sekarang belum dapat diketahui apa maknanya dan maksudnya yang sebenarnya. Apakah angka Sembilan dianggap nilai yang tertinggi? Penulis tidak berani menyimpulkan!

RBM. Sutartomo

Rabu, 29 Oktober 2008

SERANGAN UMUM 1 MARET


Demi eksistensi Kaemerdekaan Indonesia, Bung Karno berjaga-jaga dengan memindahkan Ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta, serta Membuat PDRI ( Pemerintahan Darurat Republik Indonsia di Sumatera Barat. Sebab apabila RI jatuh ke tangan Belanda melalui Agresi Militer-nya  baik Agresi Pertama dan ke`dua, maka Indonesia akan terjajah kembali dan harus memperjuangkan Kemerdekaan RI dari Nol Lagi.

Betul, Jakarta jatuh ke tangan Belanda dan juga terus berusaha menguasai daerah Indonesia secara lambat laun dan menyerang Yogyakarta pula. Ini sangat membahayakan RI sebagai negara yang Merdeka.
Atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX, disusunlah serangan ke Yogyakarta untuk merebut kembali kota Yogyakarta untuk menunjukkan kepada dunia Internasiona bahwa RI dan militer Indonesia masih ada. Sebagai pelaksana serangan adalah Tentara Nasional Indonesi yang waktu itu dipimpin Oleh Letkol Suharto (Presiden RI yang ke dua, sebenarnya ke empat, setelah Mr. Asaat, presiden RI dalam RIS dan .....?...  Presiden PDRI-->> Pemerintahan Darurat Republik Indonesia )
Serangan ini terkenal sebagai dengan nama "Serangan Umum 1 Maret", sehingga eksistensi RI sebagai negara Merdeka masih diakui oleh dunia, bukan berjuang lagi untuk memperoleh Kemerdekaan akibat Agresi Militer Belanda I dan II ( Clasch I dan II ).
Peranan Sri Sultan Hamengku Buwana sangat penting, karena berani melindungi Tentara RI dari serbuan Jendral Spoor yang mau membalas dndam akibat Serangan Oemoem 1 Maret tersebut. Jendral Spoor tidak berani memaksa Sri Sultan untuk menyerahkan Tentara RI yang berlindung di dalam Kraton Yogyakarta.

Dari peristiwa tersebut, sangat layaklah Sri Sultan Hamengku Buwana IX langsung diangkat sebagai Pahlawan Nasional, begitu beliau wafat.
Beliau berani berkata kepada Jendral Spoor : "Langkahi mayat saya, bila anda berani memasuki Kraton saya!". Maka selamatlah para tentara dan pejuang-pejuang kita serta Indonesia yang tetap tegak Merdeka.

RBM. Sutartomo

Selasa, 28 Oktober 2008

KASUNANAN PAKUBUWANA HADININGRAT


Sejarah telah menulis, setelah kerajaan/Kraton Kartosuro berhasil diterobos oleh pembrontakan Cina, maka pamor kraton dianggap telah pudar. Maka diperintahkan kepada para pinisepuh yang mengetahui tempat baru yang cocok untuk menggantikan Kraton yang baru. Tentu saja dengan 
berbagai pertimbangan, termasuk hal-hal yang bersifat magis. Akhirnya terpilihlah Desa Sala (sehingga menjadi kota Solo, Jateng) yang
berupa rawa-rawa. Maka menurut konon cerita rawa-rawa tersebut ditibun dahulu dengan batangan-batangan pohon,supaya dapat dibangun Kraton yang baik dan tidak di atas rawa-rawa.
Bila kita ingat akan hal tersebut, maka Solo merupakan daerah yang rendah dan rawan banjir, bahkan pernah terjadi banjir beberapa kali, diantaranya yang terbesar tahun 1960-an, karena di daerah pusat perkotaan terendam sampai 3 meteran. Dulu batas banjir ditandai di tembok penjara jalan Slamet Riyadi, Solo. Entah karena apa tanda tersebut akhirnya dihilangkan.

Nah...Akhirnya Berdirilah Kraton Surakarta Hadiningrat pengganti Kraton Kartosuro yang terkenal dengan Untung Suropati-nya. Masyarakat Indonesia pasti tak mengenal lagi kraton Kartosuro Hadiningrat, karena sekarang tinggal puing-puing tembok batu bata yang cukup lebar dan kuat sebagai saksi bisu keberadaan Kraton tersebut membentengi Makam-makam keturunan Kraton, diantaranya Selir Raja yang bernama Sedah Merah yang terkenal kecantikkannya yang sampai sekarang dikeramatkan dan dianggap "wingit" (angker dan magis).

Kraton Surakarta Hadiningrat diperintah oleh seorang raja yang bergelar Sunan Pakubuwono Hadiningrat sebagai penguasa Kerajaan Mataram Islam sampai akhirnya nanti dipecahbelah oleh penjajah  Belanda dalam perjanjian Giyanti (?) melalui politik "devide et Impera"-nya, sehingga di belah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bahkan politik itu terus berlangsung dengan memecah belah kedua kraton tersebut masing-masing jadi dua lagi.(Perjanjian Salatiga??)
Surakarta dipecah menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran, Ngayogyakarta menjadi Kasultanan dan Paku Alaman.
Tentu Politik devide et impera itu dijalankan agar ada pihak Kraton yang memihak pada penguasa penjajahan Belanda. Tragis memang, mengapa bangsa kita dari dulu sampai sekarang mudah sekali di adu domba oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memancing di air keruh?

Dalam perjalanan Kraton Surakarta Hadiningrat sampai sekarang diperintah oleh Sunan Paku Buwana yang ke 15 mengalami liku-liku kehidupan, penuh dengan intrik-intrik pro dan kontra.
Tak ada keistimewaan Kraton tersebut untuk memerintah daerah secara khusus dalam melestarikan budaya bangsa, bahkan tanda-tanda silang sengketa mulai mewarnai siapa yang berhak memerintah di Kraton tersebut karena Pemerintah ikut serta dalam pemilihan Sunan di Surakarta. Hingga kini Kraton tersebut memiliki Dua Sunan, Pilihan Pemerintah dan pilihan anggota keluarga Kraton. Mana yang lebih berhak dan resmi memerintah dan berkuasa?
Biarlah waktu yang akan menentukan!

Senin, 27 Oktober 2008

Sumpah Pemuda 2008


Bila kita kenang 80 tahun yang lalu, betapa hebat semangat kaoem moeda Nusantara..
Berani mencanangkan Soempah Pemoeda ditengah-tengah penjajahan bangsa lain..
Soempah Pemoeda :
" Satoe Noesa
   Satoe Bangsa
   Satoe Bahasa"
"Indonesia"

Beranikah Generasi muda sekarang mencanangkan semangat seperti itu sesuai dengan zaman dan kondisinya?
Apa masalah bangsa Indonesia sekarang ini?
Masalah keterpurukan kaum miskin yang tak terperhatikan kita semua..
Kelaparan..
Penggusuran...
Pengangguran..
Pendidikan..
Kesejahteraan..
Keamanan..
Kenyamanan..
dan sebagainya.
Siapa yang mau dan akan memikirkannya?
Wahai Generasi Muda Bangsa Indonesia, Sadar dan Bangkitlah..
Berjuang untuk memerangi itu semua...
Tanpa kata...
Tanpa kerusuhan..
Tanpa kekerasan...
Sehingga tercapai suatu kebahagiaan bersama yang harmonis..
Apa moto ini hanya impian belaka?
Indonesia sebagai negara yang:
" Gemah ripah, Loh jinawi, Tata tentrem, Kerta Raharja"

Bisa..
Bangsa lain mengatakan:
Indonesia adalah negara yang kaya dan subur, hanya dibutuhkan tangan-tangan yang trampil dan managemen yang baik untuk mengelolanya. Sebagai negara raksasa muda yang harus bangkit dan bangkit... Bukan di alam khayal, tetapi dalam dunia nyata... !

Jangan biarkan negara kita hancur oleh tangan-tangan kita sendiri yang tidak bertanggungjawab dan hanya memikirkan diri atau golongannya sendiri. Tinggalkan hal-hal yang berbau SARA...
Bersatulah untuk membangun dalam arti yang sebenarnya...
Pasti bisa...

Wahai para pemuda/i Indonesia...
Engkau adalah calon penerus pemimpin bangsa.
Siapkan diri kalian untuk semuanya itu, demi tercapainya para pendahulu kita yang yang sudah bersusahpayah memelopori dan memperjuangkan demi tanah dan bangsa Indonesia, mati bersimbah darah, berjuang dan berjuang tanpa perhitungan, tanpa pamrih dan penuh semangat yang tinggi.
Kalian adalah kader-kader bangsa Indonesia, mulailah dengan tekun di bangku sekolah, mulai berinisiatif dan berkreatif di bangku perkuliahan. Padukan otak kiri dan otak kanan kalian, sebab keduanya sangat dibutuhkan di Era Globalisasi ini. Ingatlah akan motto ini:
" Inovatif, kreatif, dan progresif "
Semangat memperbarui, punya ide-ide yang brilian, dan berpikiran maju!
 
Tapi jangan lupakan sejarah bangsa kita, ambil hal-hal yang positif dan tinggalkan hal-hal yang negatif. Jangan malahan mengembangkan hal negatif saja, seperti:
1. Upeti jaman kerajaan-kerajaan dahulu, dikembangkan zaman sekarang untuk menyuap petugas atau pejabat.
2. Memeras rakyat oleh kaum bangsawan untuk kepentingan pribadi, sekarang menjadi budaya 
korupsi di Indonesia.
3. Politik diputarbalikkan dengan mengatas namakan kerajaan, tetapi sebenarnya untuk kepentingan pribadi/ golongan, sekarang justru merajalela.
4. Dan sebagainya.

Mau dikemanakan bangsa ini?

Mengapa tidak meniru seperti di bawah ini?
1. Jendral Sudirman rela berkorban bergerilya untuk melawan penjajah hingga jatuh sakit, demi kepentingan Bangsa Indonesia.
2. Maha Patih Gajah Mada, rela tidak mempergunakan fasilitas, gaji, bahkan tidak beristri demi cita-citanya untuk mempersatukan Nusantara melalui "Sumpah Palapa"-nya.
3. Sri Sultan Hamengku Buwana IX, tokoh Nasionalis sejati dengan memprakarsai ide Serangan Umum 1 Maret tanpa menonjolkan diri sendiri.
4. Bung Karno dan Bung Hatta, rela dibuang dan diasingkan oleh Belanda demi kemerdekaan dan eksistensi bangsa Indonesia di forum dunia Internasional.
5. Ratu Shima dari kerajaan Kalingga, menerapkan hukum dengan baik tanpa pandang bulu, bahkan adiknya sendiri tetap dihukum, karena melanggar peraturan. Hukum terjaga dan dilaksanakan dengan tertib dan bersih.
6. Dan sebagainya.

Kapan kita bangsa Indonesia menerapkan hal-hal yang baik dan positif seperti itu, demi kemajuan, ketertiban, kepastian hukum, keadilan, kesejahteraan, keharmonisan, keamanan, dan sebagainya?
Semua sebenarnya tergantung pada tekad, sikap mental dan moral dalam setiap individu warga Indonesia sendiri.  Saling ada kontrol sosial yang independen agar tercapai suatu keindahan, ketertiban dan keteraturan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" ajaran dari Ki Hajar Dewantara kini banyak disitir menjadi lain, karena bertolak belakang dari apa yang diinginkan dan dicita-citakan oleh beliau dan malahan berubah menjadi " Ing Ngarsa Nggolek Nama, Ing Madya Ngumpulke Bandha, Tut Wuri Hanjegali " (artinya: Di depan hanya mencari nama, ditengah mengumpulkan harta dengan konsep aji mumpung, di belakang berusaha menjatuhkan orang yang menghalangi tindakan orang yang tak sesuai dengan kehendaknya).
Apakah hal itu tidak menyedihkan?

Tragis kan!?

Marilah kita bangkit dan sadar! Mengapa tidak dari kita sendiri untuk berbuat, bertindak, dan melaksanakan yang terbaik untuk bangsa kita Indonesia?
Jangan takut dikatakan sok pahlawan, sok cari popularitas, dan sebagainya. Asal hati kita tulus dan ikhlas, pasti akan tercapai suatu kepuasan batin dan kenyataan yang uiversal dan berguna untuk sesama, bangsa , dan negara Indonesia kita tercinta.



RBM. Sutartomo
Palembang

Rabu, 22 Oktober 2008

Keajaiban Dunia


Banyak versi yang menetapkan 7 keajaiban dunia dari warisan sejarah dalam kehidupam manusia pada masa lampau, antara lain:
  1. Piramide dan Spinx
  2. Taman Bergantung
  3. Tembok raksasa Cina
  4. Taj Mahal
  5. Candi Borobudur
  6. Colloseum dan Amphiteater
  7. Menara Pisa
  8. Menara Eiffel
  9. Terusan Panama
  10. Terusan Suez
  11. dan sebagainya
Tentu saja semua tergantung pada sudut pandangnya masng-masing dengan menyebut 7 keajaiban dunia. Mengapa tidak 8 atau 10 keajaiban dunia?

Bagi saya pribadi itu tidak menjadi masalah, siapapun yang mau mengemukakan dengan versinya masing-masing, semua merupakan warisan budaya bangsa atau umat manusia yang bersifat adiluhung 
atau mulia sebagai puncak prestasi budaya sesuai dengan zamannya. Hal tersebut perlu kita cermati dan kaji lebih dalam, agar kita sekarang dapat mengembangkan lebih maju lagi sebagai karya manusia yang agung dan monumental.

Selain itu itu manusia sebagai makhluk yang berakal budi harus selalu siap untuk mengembangkan diri 
dan teknologi informasi sesuai dengan perkembangan zaman di Era Globalisasi sesuai dengan bakat dan disiplin ilmunya masing-masing serta berguna bagi umat manusia secara universal, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongannya saja. Sebab manusia diciptakan Tuhan sebagai Homo Socius, manusia yang berakal budi dan tidak akan bisa terlepas dari manusia lainnya, karena mempunyai keterikatan satu sama lain dan tak kan mungkin hidup sendiri tanpa manusia yang lain.

Ajaib di mata manusia terbatas pada daya pikir dan kekuatan manusia, sedangkan Karya Tuhan semua ajaib di mata manusia. Itulah Kebesaran dan Keagungan Tuhan. Untuk itu manusia wajib mengembangkan "talenta" yang telah dianugerahkan kepada setiap orang/insan, sehingga tercapai kehidupan yang harmonis dan sejahtera dalam kehidupan di dunia ini.

RBM. Sutartomo.

Jumat, 10 Oktober 2008

Jembatan Ampera Palembang



Jembatan Ampera merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Palembang, Sumatera Selatan dan menjadi Trade Mark bagi kota Palembang.
Keberadaan jembatan tersebut sangat penting untuk menghubungkan daerah ulu dan ilir sehingga transportasi menjadi lancar dan otomatis juga memperlancar kehidupan ekonomi. Jembatan Ampera merupakan hadiah Bung Karno bagi masyarakat Palembang yang dananya diambil dari dana pampasan perang Jepang (juga untuk membangun Monas, Jakarta). Dahulu jembatan ini sempat diberi nama Jembatan Bung Karno, tetapi beliau tidak setuju (supaya tidak ada kultus individu), maka nama Ampera lebih cocok sesuai dengan fungsinya sebagai Amanat Penderitaan Rakyat, yang pernah menjadi slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960-an.
( Kata Ampera dapat sebagai Nasi Ampera yaitu  nasi murah bagi kaum marjinal/proletar,  juga menjadi perjuangan Angkatan 66 dalam Trituranya)

(Bandingkan foto diatas, antara jembatan Ampera sekarang dan belum lama ketika dibangun)

RBM. Sutartomo
Palembang

Senin, 06 Oktober 2008

Sumber sejarah Lisan



Sumber sejarah dapat berupa sumber lisan atau "tutur", apalagi sebelum mengenal tulisan atau zaman prasejarah yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya. Sumber tersebut dalam kurikulun pelajaran SEJARAH di SMA berupa:
  1. Folklore
  2. Mitologi
  3. Legenda
  4. Upacara Tradisional
  5. Lagu atau Nyanyian Rakyat
Sumber tersebut perlu di telaah secara ilmiah dan dihubungkan dengan fakta sejarah. Sebab sumber-sumber lisan tersebut sering bersifat magis, fiktif, dan tersembunyi sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu dari pembuat tutur tersebut.
Misalnya:
  1. Legenda Candi Roro Jonggrang (Candi Prambanan), bukan hanya kisah cinta Bandung Bondowoso yang jatuh cinta dengan Roro Jonggrang dengan membuat candi seribu dalam waktu semalam, tetapi Candi tersebut sebenarnya dibuat oleh Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya yang mencoba merebut kembali kekuasaan dari Wangsa Cailendra dari tangan Bala Putera Dewa pada zaman kerajaan Mataram Hindu - Budha di Nusantara (Indonesia).
  2. Upacara Perkawinan secara adat, sebenarnya untuk melestarikan budaya para raja dan keluarganya dalam melangsungkan tata cara perkawinan yang agung dan sacral, sehingga setiap orang zaman sekarang dapat merasakan keindahan sebuah perkawinan dan merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri dalam kehidupan mereka. Maka muncul pemeo, jadi penganti ibarat sebagai "Raja Sehari".
  3. Nyanyian Sinanggar a Tulo dalam tari Tor-tor di masyarakat Batak , Sumatera Utara mengingatkan sejarah seorang anak raja yang tidak bisa apa-apa, maka diminta pada seorang koreografer agar sang anak tersebut dapat menari, sehingga Tarian tersebut sampai sekarang sangat populer dan penting serta sakral di kalangan masyarakat Batak.
  4. Mitologi Pulau Kemaro di Palembang, dapat diambil sejarah perkawinan antara pemuda Tan Bun An dan Siti Fatimah pada masa kerajaan Islam di Palembang, bukan sekedar Mitologi muculnya pulau tersebut akibat terjunnya kedua suami isteri tersebut ke Sungai Musi untuk mengejar emas yang terbuang ke sungai. Bahkan benarkah pulau tersebut terapung di perairan sungai Musi menurut tinjauan geologis dalam beberapa sumber, perlu diteliti secara ilmiah dengan baik dan benar, sesuai dengan fakta ilmiahnya.
  5. Folklore Joko Tingkir yang menaklukkan 40 buaya adalah cerita sejarah yang disamarkan bahwa Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya dari Pajang telah berhasil menaklukkan dan menyadarkan 40 orang kepala daerah yang bersifat seperti "buaya", sehingga sadar dan mau menunjang atau membantu kebesaran Kesultanan Pajang. --> " Sigra milir sang gethek sinangga bajul.....Kawan dasa kang njageni........."
  6. Dan sebagainya.

Untuk itu para pengajar sejarah harus pandai menghubungkan Tradisi Lisan tersebut dalam konteks sejarah dan jangan terjerumus ke dalam pelajaran Bahasa Indonesia maupun Kesenian yang juga mempelajari tradisi lisan tersebut. Maka kita harus pandai-pandai mengambil sikap sesuai dengan bidang pelajaran dan tujuan utamanya masing-masing pelajaran tersebut.

Memang banyak fakta yang sengaja disamarkan atau untuk menunjang kekuasaan para penguasa/raja/sultan agar tetap berwibawa dan menimbulkan kesan mistis di mata para rakyat dan Abdi Dalem (punggawa/pegawai kerajaan). Apalagi hal-hal yang tabu untuk didengar para rakyat jelata,bahkan untuk mengajar setiap orang untuk mengupas faktanya secara arif, bijaksana, dan ilmiah dalam menyikapi sumber lisan atau ceritera "tutur" tersebut.


RBM. Sutartomo
Solo - Palembang