Bila kita kenang 80 tahun yang lalu, betapa hebat semangat kaoem moeda Nusantara..
Berani mencanangkan Soempah Pemoeda ditengah-tengah penjajahan bangsa lain..
Soempah Pemoeda :
" Satoe Noesa
Satoe Bangsa
Satoe Bahasa"
"Indonesia"
Beranikah Generasi muda sekarang mencanangkan semangat seperti itu sesuai dengan zaman dan kondisinya?
Apa masalah bangsa Indonesia sekarang ini?
Masalah keterpurukan kaum miskin yang tak terperhatikan kita semua..
Kelaparan..
Penggusuran...
Pengangguran..
Pendidikan..
Kesejahteraan..
Keamanan..
Kenyamanan..
dan sebagainya.
Siapa yang mau dan akan memikirkannya?
Wahai Generasi Muda Bangsa Indonesia, Sadar dan Bangkitlah..
Berjuang untuk memerangi itu semua...
Tanpa kata...
Tanpa kerusuhan..
Tanpa kekerasan...
Sehingga tercapai suatu kebahagiaan bersama yang harmonis..
Apa moto ini hanya impian belaka?
Indonesia sebagai negara yang:
" Gemah ripah, Loh jinawi, Tata tentrem, Kerta Raharja"
Bisa..
Bangsa lain mengatakan:
Indonesia adalah negara yang kaya dan subur, hanya dibutuhkan tangan-tangan yang trampil dan managemen yang baik untuk mengelolanya. Sebagai negara raksasa muda yang harus bangkit dan bangkit... Bukan di alam khayal, tetapi dalam dunia nyata... !
Jangan biarkan negara kita hancur oleh tangan-tangan kita sendiri yang tidak bertanggungjawab dan hanya memikirkan diri atau golongannya sendiri. Tinggalkan hal-hal yang berbau SARA...
Bersatulah untuk membangun dalam arti yang sebenarnya...
Pasti bisa...
Wahai para pemuda/i Indonesia...
Engkau adalah calon penerus pemimpin bangsa.
Siapkan diri kalian untuk semuanya itu, demi tercapainya para pendahulu kita yang yang sudah bersusahpayah memelopori dan memperjuangkan demi tanah dan bangsa Indonesia, mati bersimbah darah, berjuang dan berjuang tanpa perhitungan, tanpa pamrih dan penuh semangat yang tinggi.
Kalian adalah kader-kader bangsa Indonesia, mulailah dengan tekun di bangku sekolah, mulai berinisiatif dan berkreatif di bangku perkuliahan. Padukan otak kiri dan otak kanan kalian, sebab keduanya sangat dibutuhkan di Era Globalisasi ini. Ingatlah akan motto ini:
" Inovatif, kreatif, dan progresif "
Semangat memperbarui, punya ide-ide yang brilian, dan berpikiran maju!
Tapi jangan lupakan sejarah bangsa kita, ambil hal-hal yang positif dan tinggalkan hal-hal yang negatif. Jangan malahan mengembangkan hal negatif saja, seperti:
1. Upeti jaman kerajaan-kerajaan dahulu, dikembangkan zaman sekarang untuk menyuap petugas atau pejabat.
2. Memeras rakyat oleh kaum bangsawan untuk kepentingan pribadi, sekarang menjadi budaya
korupsi di Indonesia.
3. Politik diputarbalikkan dengan mengatas namakan kerajaan, tetapi sebenarnya untuk kepentingan pribadi/ golongan, sekarang justru merajalela.
4. Dan sebagainya.
Mau dikemanakan bangsa ini?
Mengapa tidak meniru seperti di bawah ini?
1. Jendral Sudirman rela berkorban bergerilya untuk melawan penjajah hingga jatuh sakit, demi kepentingan Bangsa Indonesia.
2. Maha Patih Gajah Mada, rela tidak mempergunakan fasilitas, gaji, bahkan tidak beristri demi cita-citanya untuk mempersatukan Nusantara melalui "Sumpah Palapa"-nya.
3. Sri Sultan Hamengku Buwana IX, tokoh Nasionalis sejati dengan memprakarsai ide Serangan Umum 1 Maret tanpa menonjolkan diri sendiri.
4. Bung Karno dan Bung Hatta, rela dibuang dan diasingkan oleh Belanda demi kemerdekaan dan eksistensi bangsa Indonesia di forum dunia Internasional.
5. Ratu Shima dari kerajaan Kalingga, menerapkan hukum dengan baik tanpa pandang bulu, bahkan adiknya sendiri tetap dihukum, karena melanggar peraturan. Hukum terjaga dan dilaksanakan dengan tertib dan bersih.
6. Dan sebagainya.
Kapan kita bangsa Indonesia menerapkan hal-hal yang baik dan positif seperti itu, demi kemajuan, ketertiban, kepastian hukum, keadilan, kesejahteraan, keharmonisan, keamanan, dan sebagainya?
Semua sebenarnya tergantung pada tekad, sikap mental dan moral dalam setiap individu warga Indonesia sendiri. Saling ada kontrol sosial yang independen agar tercapai suatu keindahan, ketertiban dan keteraturan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" ajaran dari Ki Hajar Dewantara kini banyak disitir menjadi lain, karena bertolak belakang dari apa yang diinginkan dan dicita-citakan oleh beliau dan malahan berubah menjadi " Ing Ngarsa Nggolek Nama, Ing Madya Ngumpulke Bandha, Tut Wuri Hanjegali " (artinya: Di depan hanya mencari nama, ditengah mengumpulkan harta dengan konsep aji mumpung, di belakang berusaha menjatuhkan orang yang menghalangi tindakan orang yang tak sesuai dengan kehendaknya).
Apakah hal itu tidak menyedihkan?
Tragis kan!?
Marilah kita bangkit dan sadar! Mengapa tidak dari kita sendiri untuk berbuat, bertindak, dan melaksanakan yang terbaik untuk bangsa kita Indonesia?
Jangan takut dikatakan sok pahlawan, sok cari popularitas, dan sebagainya. Asal hati kita tulus dan ikhlas, pasti akan tercapai suatu kepuasan batin dan kenyataan yang uiversal dan berguna untuk sesama, bangsa , dan negara Indonesia kita tercinta.
RBM. Sutartomo
Palembang